Selasa, 29 Maret 2011

Perangkap dan Penghadang (Trap and Guiding Barrier) Bubu Ambai

1. Definisi dan Klasifikasi Bubu Ambai
    Bubu ambai dapat disebut juga “ambai benar”, “bubu tiang” adalah perangkap pasang surut (tidal trap) berukuran kecil, terbuat dari jaring berbentuk kerucut, pada kanan kiri mulut terdapat gelang-gelang terbuat dari besi atau rotan yang dimasukkan ke dalam tiang-tiang pancang. Bubu ambai diklasifikasikan ke dalam kelompok perangkap dan penghadang (Subani dan Barus 1989).

2. Konstruksi Bubu Ambai
    Bubu ambai terdiri dari empat bagian menurut besar kecilnya mata jaring,
yaitu bagian muka, tengah, belakang dan kantong. Panjang seluruh bubu ambai adalah antara 7-7,5 m. Bahan jaring terbuat dari nilon polyfilament. Mulut jaring berbentuk bulat atau empat persegi berukuran 2,6 x 4,7 m. Kanan dan kiri mulut terdapat gelang terbuat dari rotan maupun besi yang berjumlah 2-4 buah. Gelang-gelang tersebut dimasukkan ke dalam tiang-tiang pancang yang disusun berderetan. Jumlah tiang pancang (patok-patok) disesuaikan dengan banyaknya jaring ambai dan dipasang melintang memotong arah arus. Biasanya satu deretan alat tangkap terdiri dari 10-22 buah bubu ambai (Subani dan Barus 1989).
    Parameter utama dari bubu ambai adalah ukuran mata jaring, ukuran alat tangkap dan bukaan mulut bubu ambai.

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
Alat tangkap bubu ambai tidak menggunakan perahu dalam pengoperasiannya.
3.2 Nelayan
      Nelayan yang dibutuhkan dalam pengoperasian bubu ambai antara 2-3 orang yang bertugas untuk memasang bubu ambai di daerah penangkapan (fishing ground) dan mengambil hasil tangkapan (Subani dan Barus 1989).
3.3 Alat Bantu
     Alat bantu pada pengoperasian bubu ambai yaitu serok yang berfungsi untuk mengambil hasil tangkapan.
3.4 Umpan
Bubu ambai tidak menggunakan umpan dalam pengoperasian.

4. Metode Pengoperasian Alat
   Penangkapan dengan menggunakan bubu ambai dilakukan pada waktu air laut pasang surut. Arah dari mulut jaring dapat dibolak-balik dihadapkan tergantung datangnya arus pasang-surut. Setelah 15-20 menit dari pemasangan bubu, dilakukan pengambilan hasil tangkapan yaitu dengan mengangkat bagian bawah mulut ke permukaan air dengan mempertemukan bibir atas dan bawahnya. Demikian seterusnya dilakukan sehingga seluruh deretan ambai dikerjakan dan baru kemudian dilakukan pembukaan tali-tali pengikat pada ujung belakang kantong (Subani dan Barus 1989).

5. Daerah Pengoperasian
    Lokasi untuk mengoperasikan bubu ambai adalah 1-2 mil dari pantai. Distribusi bubu ambai yaitu sepanjang pantai timur Sumatera Utara (sekitar Pulau Halang, Sungai Negamuk, Bengkalis), Sumatera Timur (Kuala Manda, Concong Luar, Kuala Tunggkal, Tembilahan, Perigi Raja, Kuala Enoh, Bagan si Api-Api). (Subani dan Barus 1989).

6. Hasil Tangkapan
    Hasil tangkapan utama dari pengoperasian alat tangkap bubu ambai adalah udang rebon. Hasil tangkapan sampingan adalah jenis-jenis sumberdaya perikanan pantai, di antaranya yaitu Biang-biang (Setipinna spp), Bulu ayam (Engraulis spp), Kasih madu (Kurtus indicus), Nomei (Harpodon spp), Gulamah (Scinea spp), Bawal putih (Pampus argenteus), Mata belo (Pellona spp), Tenggiri (Scomberomorus comerson), Manyung (Arius spp), jenis-jenis udang yaitu Golok-golok, Kakap (Lates calcarifer), Senangin (Polynemus spp) Selanget (Dorosoma spp), Beloso (Sourida spp) (Subani dan Barus 1989).


Daftar Pustaka
Subani,W dan H.R. Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia Jurnal Penelitian Perikanan Laut Nomor : 50 Tahun 1988/1989. Edisi Khusus. Jakarta : Balai Penelitian Perikanan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.




Perangkap dan Penghadang (Trap and Guiding Barrier) KELONG BETAWI

1. Definisi dan klasifikasi
    Kelong bagang merupakan alat penangkapan ikan yang merupakan modifikasi dari sero dan bagan tancap. Kelong betawi dapat diklasifikasikan kedalam kelompok perangkap pasang surut (Subani Barus 1989).

2. Konstruksi
   Bagian-bagian dari konstrusi kelong bagan adalah rumah penjaga kelong,
penajo, play ground, jaring kelong, bunuhan (crib) dan gulungan (roller). Secara umum, konstruksi kelong terbuat dari bambu atau kawat, kecuali jaring kelong. Bentuknya bersekat-sekat atau memiliki ruang-ruang (Subani Barus 1989).

3. Kelengkapan dalam unit penangkapan
3.1 Kapal
     Untuk pengoperasional kelong betawi tidak diperlukan perahu atau kapal. Perahu atau kapal hanya digunakan sebagai alat transportasi, untuk mengambil hasil tangkapan.
3.2 Nelayan
     Untuk mengoperasikan kelong betawi diperlukan 2-3 orang nelayan. Tugas nelayan yaitu menurunkan dan menaikkan jaring ketika operasi penangkapan ikan dilaksanakan.
3.3 Alat bantu
     Alat bantu yang digunakan dalam pengoperasian kelong bagan adalah lampu dan serok. lampu berfungsi sebagai pemikat ikan agar mendekati alat tangkap. sedangkan serok digunakan sebagai alat untuk mengambil hasil tangkapan.
3.4 Umpan
      Pengoperasian alat tangkap kelong betawi tidak memerlukan umpan karena alat tangkap tersebut mengandalkan arus pasang surut dari air laut.


4. Metode Pengoperasian
   Kelong betawi dioperasikan dengan menggunakan lampu sebagai pemikat. Pengoperasian kelong bagan menetap. Proses pemasangan kelong yaitu ditancapkan di dasar perairan (Subani Barus 1989). Pada saat pengoperasian jaring diturunkan dengan menggunakan penggulung (roller) sampai kedalaman tertentu. Setelah banyak ikan yang berkumpul di bawah cahaya lampu, maka dilakukanlah pengangkatan jring dengan menggunakan penggulung. Setelah itu, hasil tangkapan diambil dengan menggunakan serok.

5. Daerah Pengoperasian
    Kelong bagan dioperasikan di pesisir pantai, atau diperairan-perairan lain yang dangkal. Alat ini di pasang di dasar perairan dengan cara ditancapkan.

6. Hasil Tangkapan
   Hasil tangkapan dari pengoperasian alat tangkap kelong betawi terutama jenis-jenis sumberdaya perikanan pantai. Jenis ikan-ikan pantai antara lain ikan bulu ayam (Engraulis spp), nomei (Harpodon spp), biang-biang (Setipinna spp), mayung (Arius spp), tenggiri (Scomberomorus spp), selanget (Dorosoma spp), beloso (Sourida spp).

Daftar Pustaka
Subani,W dan H.R. Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia Jurnal Penelitian Perikanan Laut Nomor : 50 Tahun 1988/1989. Edisi Khusus. Jakarta : Balai Penelitian Perikanan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.

Perangkap dan Penghadang (Trap and Guiding Barrier) Bubu Apolo

1. Definisi dan Klasifikasi
    Bubu apolo adalah alat tangkap pasang surut (tidal trap) yang mempunyai dua kantong dan dikhususkan menangkap udang rebon. Bubu apolo diklasifikasikan ke dalam kelompok perangkap dan penghadang (Subani dan Barus 1989).

2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan
   Bubu apolo terdiri atas kayu dan jaring. Kayu digunakan sebagai tiang pancang untuk tempat mengikat jaring. Jaring terdiri dari: mulut, badan, kaki
dan kantong dengan bahan jaring nilon halus. Panjang jaring seluruhnya mencapai 11 meter. Mulut jaring berbentuk empat persegi dengan lekukan pada bagian kiri dan kanan. Badan jaring mempunyai panjang 3,75 m, kaki 7,25 m dan lebar 0,60 m. Pada ujung kaki terdapat mestak dan dua kantong yang memiliki panjang 1,60 m dan lebar 0,60 m (Subani dan Barus 1989).
Parameter utama dari bubu apolo adalah bukaan mulut bubu apolo.

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
    Kapal yang digunakan sebagai alat transportasi nelayan adalah perahu berkekuatan 7-22 PK, 2-7 GT (Subani dan Barus 1989).
3.2 Nelayan
    Pengoperasian bubu apolo memerlukan 2-3 orang yang bertugas untuk memasang bubu apolo di daerah penangkapan (fishing ground) dan mengambil hasil tangkapan (Subani dan Barus 1989).
3.3 Alat Bantu
     Alat bantu pada pengoperasian bubu apolo yaitu serok atau scoop net yang berfungsi untuk mengambil hasil tangkapan.

4. Metode Pengoperasian Alat
    Pengoperasian bubu apolo ada empat tahap, yaitu sebagai berikut (Subani dan Barus 1989). Tahap pertama pemasangan bubu apolo (setting). Pemasangan bubu apolo dilakukan baik pada siang maupun malam hari pada waktu air pasang maupun surut. Pemasangan bubu apolo dilakukan dengan cara menancapkan tiang pancang ke dalam perairan kemudian memasang tali pengikat jaring pada gelangan yang terdapat di tiang pancang. Tahap kedua menggelamkan bubu apolo (soaking). Tahap ketiga pengambilan hasil tangkapan. Hasil tangkapan dapat diambil dengan cara mengangkat bibir bawah atau menutup mulut jaring yaitu dengan cara mengangkatnya ke atas permukaan melalui tali-tali yang ditarik dengan bantuan katrol atau alat penggulung. Dan tahap terahkir pengangkatan bubu apolo (hauling). Proses pengangkatan bubu apolo yaitu melepaskan ikatan tali pada gelangan tiang pancang, lalu tali-tali tersebut digulung agar bisa menarik tiang-tiang pancang.

5. Daerah Pengoperasian
   Daerah pengoperasian bubu apolo yaitu daerah dengan topografi perairan umumnya terdiri dari lumpur, lumpur-pasir, tidak keras, sehingga memberi kemudahan dalam pemasangan tiang pancang. Distribusi bubu apolo yaitu di antara 1-2 mil dari pantai di sekitar Pulau Halang (Subani dan Barus 1989).

6. Hasil Tangkapan
   Hasil tangkapan utama dari pengoperasian alat tangkap bubu apolo yaitu udang rebon. Hasil tangkapan sampingan adalah jenis-jenis sumberdaya perikanan pantai, di antaranya yaitu biang-biang (Setipinna spp), bulu ayam (Engraulis spp), kasih madu (Kurtus indicus), nomei (Harpodon spp), gulamah (Scinea spp), bawal putih (Pampus argenteus), mata belo (Pellona spp), mayung (Arius spp), jenis-jenis udang, golok-golok, kakap (Lates calcarifer), senangin (Polynemus)

Daftar Pustaka
Subani,W dan H.R. Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia Jurnal Penelitian Perikanan Laut Nomor : 50 Tahun 1988/1989. Edisi Khusus. Jakarta : Balai Penelitian Perikanan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.

Perangkap dan Penghadang (Trap and Guiding Barrier) Jermal (Stow Net)

1. Definisi dan Klasifikasi
    Jermal adalah alat penangkapan ikan yang terdiri dari tiang-tiang pancang yang merupakan sayap, jaring jermal, dan rumah jermal (Subani dan Barus, 1989). Jermal disebut sebagai stow net, yaitu tipe jaring berbentuk kantongyang dipasang dengan bukaan mulut menghadap arus pasang surut, bersifat pasif dan menetappada daerah penangkapan tertentu (Vont Brant, 1984 diacu dalam Tiku, 2002). Jermal diklasifikasikan ke dalam kelompok perangkap dan penghadang (Subani dan Barus, 1989).


2. Konstruksi Alat Penangkapan Ikan
   Jermal memiliki bagian-bagian yang terdiri dari jajaran tiang-tiang pancang yang merupakan sayap, jaring jermal, dan rumah jermal (Subani dan Barus, 1989). Jajaran tiang pancang biasanya terbuat dari bahan kayu nibung, kayu pohon bakau,atau pun kayu tengar. Ukuran panjang tiang pancang umumnya antara 12-15 m dan berdiameter 10-20 cm.
   Jaring jermal terdiri dari tiga bagian yaitu mulut, badan, dan kantong. Jaring jermal ini bentuknya bisa menyerupai tikar 9jermal biasa0, berbentuk kantong (bubu jermal atau jaring kantong jermal), berbentuk gabungan antara tikar dan kantong (kilung bagan atau ambai jermal). Jaring terbuat dari benang katun, kuralon, atau nilon halus. Jaring pada alat tangkap jermal terdiri dari dua lapisan, lapisan pertama ukuran mata jaringnya lebih besar dan diletakkan pada lapisan atas, sedangkan lapisan yang kedua ukuran mata jaringnya lebih kecil dan diletakkan pada lapisan terluar jaring jermal. Rumah jermal, merupakan (flatform) tempat kegiatan perikanan jermal dilakukan, dan tempat tinggal pekerja-pekerja jermal (Subani dan Barus, 1989).
   Parameter utama dari jermal adalah ukuran tiang-tiang pancang atau tiang penghadang. Selain itu bukaan mulut jaring jermal juga menjadi salah satu faktor keberhasilan dalam usaha penangkapan tersebut. Gambar alat tangkap terdapat pada lampiran.

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
      Pengoperasian alat tangkap jermal tidak memerlukan kapal. Kapal kecil atau perahu hanya digunakan sebagai alat transportasi nelayan untuk menuju daerah penangkapan dan sebagai pengangkut hasil tangkapan (Subani dan Barus, 1989).
3.2 Nelayan
      Pengoperasian alat tangkap jermal setidaknya membutuhkan pekerja-pekerja jermal yang umumnya terdiri dari 6-8 orang yang bertugas untuk menekan galah yang terdapat pada kanan atau kiri mulut jaring ke bawah sampai di dasar sehingga mulut kantong jaringvterbuka secara sempurna dan mengambil hasil tangkapan (Subani dan Barus).
3.3 Alat Bantu
    Alat bantu pada pengoperasian jermal yaitu serok atau scoop net yang berfungsi untuk mengambil hasil tangkapan yang ada di dalam jaring 9Taufiq, 2009). Selain itu, terdapat galah pengangkat untuk membantu proses pengangkatan bagian tengah kantong jermal ketika akan mengambil hasil tangkapan (Tiku, 2002).
3.4 Umpan
     Pengoperasian alat tangkap jermal tidak memerlukan umpan karena alat tangkap tersebut hanya mengandalkan arus dari perairan temapt alat tangkap tersebut dioperasikan. Kami tidak menemukan sumber pustaka yang mencantumkan alat tangkap jermal memerlukan umpan dalam pengoperasiannya.

4. Metode Pengoperasian Alat
   Nelayan melakukan persiapan terlebih dahulu sebelum berangkat ke lokasi penangkapan ikan. Persiapan tersebut meliputi persiapan perbekalan, bahan bakar untuk mesin kapal sebagai alat transportasi untuk menuju lokasi penangkapa, dan minyak tanah untuk lampu petromaks dan untuk merebus ikan.
Adapun tahapan dalam pengoperasian jermal ada empat tahap, yaitu sebagai berikut (Tiku, 2002). Penurunan jermal (setting). Adapun urutan penurunan aklat tangkap jermal adalah melepas penahan penggulungyang ada di bagian depan, kemudian menurunkan kedua sisi mulut jaring bagian depan sebelah kanan dan kiri dengan bantuan tiang penekan sampai menjejak dasar perairan, lalu mengikat kedua tiang penekan pada tiang utama rumah induk jermal, menurunkan jaring bagian tengah hingga bagian belakang sampai badan jaring masuk ke dalam air tetapi tidak sampai ke dasar perairan dan menurunkan sebagian kecil jaring belakang yang terdiri dari dua lembar saringan yang berfungsi sebagai tempat menampung hasil tangkapan.
   Tahap selanjutnya yaitu perendaman (soaking). Lama perendaman jermal adalah 20-30 menit. Selama menunggu perendaman, nelayan dalam pondok jermal mengamati apakah sudah ada ikan atau udang yang terkumpul. Lalu proses selanjutnya yaitu pengangkatan jermal (hauling). Proses pengangkatan jermal meliputi melepaskan ikatab tiang penekan bagian depan, lalu digulung kembali dengan menggunakan penggulung, kemudian penggulung ditahan hingga tidak berputar lagi dan dapat menahan jaring yang sudah tergantung dan jaring bagian tengah dan belakang dinaikkan menggunakan penggulung sampai menyentuh pelataran, kemudian penggulung ditahan agar tidak berputar dan dan dapat menahan bagian jaring yang sudah menggantung.
   Proses yang terakhir yaitu pengambilan hasil tangkapan. Hasil tangkapan dapat diambil dengan menutup mulut jaring. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengangkat bibir bawah sehingga menyatu dengan bibir atas, kemudian diikuti dengan mengangkat bagian kantong melalui katrol-katrol. Pengambilan hasil tangkapan dilakukan dengan membuka ikatan tali pada ujung belakang kantong.

5. Daerah Pengoperasian
    Pengoperasian alat tangkap jermal biasanya dioperasikan pada perairan yang jaraknya sekitar 3-6 mil dari pantai (Subani dan Barus, 1989). Daerah penangkapan jermal ialah daerah-daerah pantai dan daerah teluk, daerah dimana ikan-ikan bermigrasi kedaerah tersebut. Fishing ground harus terlindung dari angin yang kuat, karena akibat hembusan angin akan menimbukan gelombang yang akan mempersulit kerja nelayan. Selain itu dasar permukaan tempat pengoperasian alat tangkap jermal harus berupa pasir atau lumpur agar tiang-tiang pancang dapat berdiri kokoh dan memudahkan nelayan untuk memasang alat tangkap tersebut (Taufiq, 2009).
    Daerah distribusi jermal terutama terdapat di Panipahan, Bagan Siapi-api, Pulau Merbau, imigrasi hilir di Riau, Tanjung Tiram, Sumatra Utara, Tanjung Ledong, Sei Brombang, Labuhan Bilib, Bagan Asahan, Pangkalan Dedek, Pangkalan Brandan, Bandar Kalifah, Tanjung Biringin, Sialang Buah dan Belawan (Subani dan Barus, 1989).

6. Hasil Tangkapan
   Hasil tangkapan dari pengoperasian alat tangkap jermal terutama jenis-jenis sumberdaya perikanan pantai, diantaranya yaitu biang-biang (Setipinna spp), bulu ayam (Engraulis spp), kasihmadu (Kurtus indicus), nomei (Harpodon spp), gulamah (Scinea spp), bawal putih (Pampus argentus), mata belo (Pellona spp), dan jenis-jenis udang. Selain itu ada hasil tangkapan sampingan dari alat tangkap jermal yaitu golok-golok, kakap (Later carcarifer), senangin (Polynemus spp), selanget (Dorosoma spp), dan beloso (Saudira spp) (Subani dan Barus, 1989).

Daftar Pustaka
Subani,W dan H.R. Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia Jurnal Penelitian Perikanan Laut Nomor : 50 Tahun 1988/1989. Edisi Khusus. Jakarta : Balai Penelitian Perikanan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.

Definisi dan Konstruksi PAKAJA

1. Definisi dan Klasifikasi
    Pakaja merupakan alat tangkap ikan yang dioperasikan dengan cara dihanyutkan. Alat tangkap pakaja termasuk dalam klasifikasi perangkap (trap) (Subani dan Barus 1989).

2. Konstruksi Alat Penangkapan Ikan
   Pakaja terdiri dari badan (body), Mulut (funnel) atau ijeh, dan pintu. Badan
berupa rongga, tempat dimana ikan-ikan terkurung. Mulut berbentuk seperti corong, merupakan pintu dimana ikan dapat masuk dan tidak dapat keluar, pintu berfungsi untuk tempat pengambilan hasil tangkapan. Pakaja berbentuk silindris, dengan panjang 0,75 m, diameter 0,4-0,5 m. (Subani dan barus 1989).

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Perahu
     Alat tangkap pakaja biasanya menggunakan perahu sebagai alat transportasi. Nelayan menggunakan perahunya pada saat memasang atau menangkap ikan dan mendaratkan hasil tangkapan atau alat tangkap (Subani dan Barus 1989).
3.2 Nelayan
     Alat tangkap pakaja dioperasikan oleh 2-5 orang nelayan. 1 orang nakoda perahu, 2 orang melakukan setting dan mempersiapkan segala sesuatunya untuk penangkapan dan 3 orang berfungsi dalam kegiatan hauling.
3.3 Alat Bantu
     Alat yang digunakan untuk menangkap yaitu rumpon dan pelampung. Rumpon berfungsi untuk mengumpulkan ikan sehingga berada di daerah alat tangkap. Sedangkan pelampung berfungsi untuk membantu pemasangan. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar memudahkan pengoperasian dan mengetahui tempat-tempat dimana pakaja dipasang (Anonim 2008).
3.4. Umpan
      Umpan diletakkan di dalam pakaja yang akan dioperasikan. Umpan yang dibuat disesuaikan dengan jenis ikan ataupun udang (Anonim 2008).

4. Metode Pengoperasian Alat
    Metode pengoperasian alat tangkap pakaja adalah pada waktu penangkapan, pakaja diatur dalam kelompok-kelompok yang kemudian dirangkaikan dengan kelompok-kelompok berikutnya sehingga jumlahnya menjadi banyak, antara 20-30 buah, tergantung besar kecil perahu/kapal yang akan digunakan dalam penangkapan. Operasi penangkapan dilakukan sebagai berikut : 1) Pada sekeliling pakaja diikatkan rumput laut. 2) Pakaja disusun dalam 3 kelompok yang saling berhubungan melalui tali penonda (drifting line). 3) Penyusunan kelompok (contohnya ada 20 buah pakaja) : 10 buah diikatkan pada ujung tali penonda terakhir, kelompok berikutnya terdiri dari 8 buah dan selanjutnya 4 buah lalu disambung dengan tali penonda yang langsung diikat dengan perahu penangkap dan diulur sampai + antara 60-150 m (Subani dan Barus1989).

5. Daerah Pengoprasian
    Alat tangkap pakaja ini dioperasikan dengan cara menghanyutkan ke dalam air (Subani dan Barus 1989).

6. Hasil Tangkapan
   Hasil tangkapan pakaja adalah ikan torani, ikan terbang (flying fish). Nelayan biasa menangkap ikan terbang tetapi yang dimanfaatkan hanya telurnya saja sehingga jumlah ikan terbang semakin menurun (Subani dan Barus 1989).


Anonim.2008.Alat tangkap Pakaja (terhubung berkala).http//www. API_2009\pakaja.htm). 02 Desember 2010

Subani,W dan H.R. Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia Jurnal Penelitian Perikanan Laut Nomor : 50 Tahun 1988/1989. Edisi Khusus. Jakarta : Balai Penelitian Perikanan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.

Selasa, 22 Maret 2011

Definisi dan Konstruksi Bubu Tambun

Bubu Tambun

1. Definisi dan Klasifikasi
Menurut kelompok kami, bubu tambun merupakan alat penangkapan ikan yang terbuat dari bambu, berbentuk seperti hati yang dioperasikan secara pasif diperairan berkarang. Tujuan dari penangkapang dengan alat tangkap ini adalah ikan karang seperti kakap dan kerapu. Bubu tambun termasuk ke dalam klasifikasi perangkap dan penghadang.

2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan
Bagian-bagian bubu terdiri dari rangka badan dan mulut atau pintu bubu.
Rangka merupakan bagian yang terbuat dari material yang kuat dan dapat mempertahan bentuk ketikan bubu dioperasikan. Sedangkan badan bubu terbuat dan berfungsi sebagai tempat penampungan ikan setelah masuk pintu bubu. Sedangkan pintu bubu merupakan bagian yang berupa lubang tempat masuknya ikan. Parameter utama penentu keberhasilan dalam pengoperasian bubu adalah bukaan mulut bubu.

3. Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
Pada pengoperasian bubu tambun, biasanya kapal yang digunakan adalah kapal motor atau perahu motor. Umumnya kapal motor ini berukuran panjang 4 meter, lebar 1,5 meter dan dalam 1,5 meter. Dalam pengoperasian bubu tambun, ada juga nelayan yang menggunakan perahu tanpa motor seperti perahu kayu (Susanti 2005). Menurut kelompok kami, kapal ini digunakan untuk mengangkut alat dan nelayan, mengoperasikan alat dan membawa hasil tangkap.
3.2 Nelayan
Jumlah nelayan yang melakukan pengoperasian bubu tambun hanya satu orang. nelayan ini bertugas menurunkan dan menggangkat bubu, dan mengeluarkan hasil tangkapan (Susanti 2005).
3.3 Alat Bantu
Alat bantu yang digunakan dalam pengoperasian alat tangkap bubu adalah masker selam, ganco dan ember ( Susanti 2005). Masker selam digunakan untuk menyelam saat penurunan bubu, ganco untuk menarik bubu saat pengangkatan bubu dan ember digunakan sebagai tempat hasil tangkapan.
3.4 Umpan
Pengoperasian alat tangkap bubbu tambun tidak menggunakan umpan karena dalam pengoperasiannya alat tangkap ini dibiarkan menetap pada daerah tertentu hingga ikan masuk dan terperangkap.

4. Metode Pengoperasian Alat
Sebelum nelayan melakukan pengoperasian alat, terlebih dahulu nelayan melakukan persiapan alat, persiapan alat bantu, perbekalan dan persiapan kapal. setelah itu, nelayan menuju ke fishing ground. Setelah sampai di fishing ground nelayan melakukan pemasangan bubu tambun dengan cara ditimbun dengan batu karang. Tahap akhir dari pemasangan bubu tambun adalah pembuatan jalan pada daerah sekitar mulut. Setelah itu, bubu tambun dibiarkan selam 24 jam. esok harinya, dilakukan pengangkatan bubu yang diawali dengan menyingkirkan batu karang yang digunakan untuk menimbun bubu tambun. Pengangkatan bubu tambun dilakukan dengan menggunakan ganco. Setelah diangkat pintu bubu dibuka dan hasil tangkapan dikeluarkan (Komarudin 2009).

5. Daerah Pengoperasian
Bubu tambun dioperasikan di daerah perairan yang berkarang. Akan tetapi, pada dasarnya bubu tambun dioperasikan di daerah yang diperkirakan banyak ikan. Kedalaman daerah perairannya berkisar antara 5-40 m dari permukaan laut. Daerah yang sering menggunakan alat tangkap ini yaitu di wilayah Kepulauan Seribu.

6. Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan dari bubu tambun adalah ikan-ikan karang seperti ikan kerapu (Ephinephelus spp.), kakap merah (Lutjanus argentimaculatus), Ikan ekor kuning (Caesio cunning), dan ikan kaji (Diagrama spp.) (Komarudin 2010).

Alat Tangkap Jaring Jodang

Alat Tangkap Jaring Jodang

1. Definisi dan Klasifikasi
Jaring jodang adalah alat penangkap ikan yang memiliki bentuk rangka trapesium yang dikelilingi jaring. Alat tangkap ini memiliki pintu masuk yang berfungsi sebagai tempat masuknya target tangkapan. Alat tangkap ini diklasifikasikan kedalam alat tangkap perangkap dan penghadang (Martasuganda, 2003).


2. Konstruksi Alat penangkapan Ikan
Jaring jodang memiliki rangka terbuat dari besi behel dengan diameter 4 mm dan badan terbuat dari warning dengan mesh size 4 mm. Ukuran bagian bawah 30x30 cm, atas 10x10 cm, tinggi antara 8-10 cm dan diameter pintu masuk berukuran antara 6-8 cm. Ukurannya bisa berbeda antara nelayan satu dan nelayan lainnya meskipun masih dalam satu daerah ( Sulaiman 2003). Gambar alat dapat dilihat pada lampiran.

3. Kelengkapan dalam unit penangkapan ikan
3.1 Kapal
Pengoperasian jaring jodang biasanya dilakukan dengan menggunakan perahu motor tempel yang dilengkapi dengan gardan penarik tali utama. Namun perahu hanya digunakan untuk membawa alat ke fishing ground dan membawa hasil tangkapan saja (Sulaiman 2003).
3.2 Nelayan
Nelayan yang mengoperasikan jaring jodang berjumlah 2-3 orang. Satu orang bertindak sebagai nahkoda kapal dan 2 orang melakukan proses penangkapan. (Martasuganda, 2003).
3.3 Alat Bantu
Alat bantu yang digunakan yaitu gardan yang terbuat dari bambu, kayu dan besi (Martasuganda, 2003)
3.4 Umpan
Umpan yang biasa dipakai adalah ikan peperek atau ikan rucah yang dikaitkan di bagian bawah jaring dengan cara diikat dengan karet gelang (Martasuganda, 2003)

4. Metode pengoperasian alat
Pemasangan jaring jodang di daerah penangkapan dipasang satu demi satu kemudian diuntai dengan jarak satu dan lainnya antara 3-4 m. Dalam satu set jaring jodang biasanya dipasang antara 200-600 buah jaring jodang atau tergantung dari kapasitas perahu, modal dan kemampuan nelayan mengoperasikannya. Waktu operasi dimulai dari jam 18.00- 06.00 dengan lama peredaman antara 2-4 jam (Martasuganda, 2003).

5. Daerah pengoperasian
Alat tangkap jaring jodang ini masih banyak digunakan oleh masyarakat di daerah pantai utara dan selatan Sumatra, namun di daerah Kalimantan Barat dan Selatan alat tangkap ini juga masih ada yang menggunakannya. Daerah pengoperasian di perairan pantai dasar perairannya berlumpur, berlumpur bercampur pasir atau perairan yang banyak dihuni oleh jaring jodang dengan kedalaman antara 5-30 m tergantung keberadaan jaring jodang pada daerah tangkapan (Martasuganda, 2003).

6. Hasil tangkapan
Jenis hasil komoditas utama yang diperoleh dari alat tangkap ini yaitu keong macan (Bobylania spirata) dan lainnya (Sulaiman 2003).

PERANGKAP (Traps) dan PENGHADANG (Barrier) BUBU KEONG MACAN

PERANGKAP (Traps) dan PENGHADANG (Barrier)
BUBU KEONG MACAN

1. Definisi dan klasifikasi
Bubu keong macan merupakan alat tangkap yang digunakan untuk menangkap keong macan yang banyak hidup di perairan pantai. Bubu keong macan termasuk kedalam klasifikasi alat tangkap perangkap (Martasuganda 2003).

2. Konstruksi bubu keong macan
Konstruksi dari alat tangkap bubu keong macan adalah bagian bawah bubu
memiliki diameter 20-30 cm, atas 10-15 cm, dan tingginya 10-15 cm. Diameter untuk keong macan masuk adalah 8-19 cm dengan berat pemberat di setiap ujung ± 1 kg. penusuk umpan memakai kawan dengan diameter ± 2 mm. ukuran dari bubu keong macan ini bisa berbeda tergantung dari daerah penangkapan dan nelayan yang membuat dan mengoperasikannya ( Martasuganda 2003).

3. Kelengkapan dalam unit penangkapan
3.1 Kapal
Pada saat mengoperasikan alat tangkap bubu keong macan perahu yang digunakan adalah perahu motor tempel (Martasuganda 2003).
3.2 Nelayan
Jumlah nelayan pada saat mengoperasikan alat tangkap bubu keong macan adalah sebanyak dua orang (Martasuganda 2003).
3.3 Alat bantu bubu keong macan
Alat bantu yang digunakan adalah berupa gardan yang dibuat dari bamboo, kayu maupun besi (Martasuganda 2003).
3.4 Umpan
Pada saat bubu keong macan dioperasikan umpan yang digunakan agar bisa menarik perhatian dari keong macan adalah ikan peperek atau ikan rucah (Martasuganda 2003).

4. Metode pengoperasian alat
Cara dari mengoperasikan alat tangkap bubu macan yaitu pemasangan bubu di daerah penangkapan dipasang satu demi satu lalu diuntaikan dengan jarak satu dan lainnya antara 1.5-2 m. Bubu dipasang sebanyak 200-300 buah atau tergantung dari kapasitas perahu, modal dan kemampuan nelayan. Waktu dari pemasangan bubu ini adalah pukul 18.00 – 06.00 WIB dengan waktu perendaman selama 2-4 jam (Martasuganda 2003).

5. Daerah pengoperasian bubu keong macan
Daerah pengoperasian alat tangkap bubu keong macan adalah perairan pantai dengan dasar berlumpur, lumpur bercampur pasir atau banyak dihuni oleh keong macan dengan kedalaman 5-20 m tergantung keberadaa dari keong macan tersebut (Martasuganda 2003).

6. Hasil tangkapan bubu keong macan
Hasil tangkapan yang dominan dari alat tangkap bubu keong macan adalah keong macan (Babylonia spirata) dan keong lain (Martasuganda 2003).

Bubu Silinder

Bubu Silinder

1. Definisi dan Klasifikasi
Bubu merupakan jenis alat tangkap ikan yang berupa perangkap. Bubu dibagi beberapa macam, seperti bubu tambun, bubu silinder, bubu gurita, bubu lipat, dan sebagainya. Bubu yang paling sering digunakan di wilayah indonesia khususnya di sulawesi selatan salah satunya adalah bubu silinder. Bubu silinder merupakan bubu yang mempunyai bentuk silinder atau tabung. Semua jenis bubu dioperasikan secara pasif termasuk dengan bubu silinder, pengoperasian secara pasif artinya alat tangkap yang menetap, yang mana ikan mendatangi alat tersebut sehingga tertangkap (DKP 2005).

2. Konstruksi Alat Penangkapan Ikan
Konstruksi bubu silinder antara lain; badan atau tubuh bubu, lubang tempat
mengeluarkan hasil tangkapan, mulut bubu. a) badan atau tubuh bubu; badan atau tubuh bubu biasanya terbuat dari anyaman bambu yang berbentuk empat persegi panjang dengan panjang 125 cm, lebar 80 cm, dan tinggi 40 cm bagian ini di lengkapi dengan pemberat dari batu bata (bisa juga pemberat lain) yang berfungsi untuk menenggelamkan bubu kedasar perairan yang terletak pada keempat sudut bubu. b) lubang tempat mengeluarkan hasil tangkapan; lubang tempat mengeluarkan hasil tangkapan terletak pada sisi bagian bawah bubu.lubang ini berdiameter 35 cm,posisisnya tepat di belakang mulut bubu. Lubang ini di lengkapi dengan penutup. c) mulut bubu; mulut bubu berfungsi sebagai tempat masuknya ikan yang terletak pada bagian depan badan bubu, posisi mulut bubu menjorok kedalam badan atau tubuh bubu berbentuk selinder. Semakin kedalam diameter lubangnya semakin mengecil. pada bagian mulut bagian dalam melengkung kebawah sepanjang 15 cm. Lengkungan ini berfungsi agar ikan yang masuk akan kesulitan untuk keluar (Gambar terlampir).

3. Kelengkapan Alat Unit
3.1 Kapal
Alat tangkap bubu silinder tidak menggunakan perahu dalam pengoperasiannya.
3.2 Nelayan
Alat tangkap bubu silinder di operasikan oleh satu orang yang bertugas menyiapkan alat tangkap sampi pengangkatan setelah pengopersian alat tangkap (Martasuganda S. 2003).
3.3 Alat bantu
Alat tangkap bubu silinder menggunukan alat bantu serok yang berfungsi untuk mengambil hasil tangkapan dari bubu.
3.4 Umpan
Alat tangkap bubu silinder dalam pengoperasiannya tidak menggunakan umpan karena hanya mengandalkan ikan datang menghampiri alat tersebut dan akhirnya ikan tersebut terperangkap.

4. Metode Pengoperasian Alat
Sebelum alat penangkap dimasukan kedalam perairan maka terlebih dahulu menentukan daerah penangkapan. Penentuan daerah penangkapan tersebut didasarkan pada tempat yang diperkirakan banyak ikan demersal ,
Biasanya ditandai dengan banyaknya terumbu karang atau pengalaman dari nelayan. Bagi bubu yang tidak manggunakan umpan,setelah tiba di daerah penangkapan,maka dilakukan penurunan pelampung tanda dilanjutkan penurunan bubu beserta pemberatnya, sedangkan bubu yang menggunakan umpan (biasanya dari ikan) terlebih dahulu dimasukan umpan kedalam perairan. Setelah dianggap posisinya sudah baik maka pemasangan bubu dianggap selesai. Pada beberapa waktu kemudian (1-3 hari) pengangkatan bubu dilakukan.

5. Daerah Pengoperasian
Daerah pengoperasian bubu silinder yaitu pada perairan berkarang, bubu silinder biasanya dioperasikan di wilayah sulaweai selatan, Kepulauan Seribu, Banten, dan sebagainya (Subani dan Barus 1989).

6. Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan utama dari bubu silinder ini adalah ikan – ikan karang seperti ikan kerapu (Subani dan Barus 1989).

Bubu Gurita

Bubu Gurita

1. Definisi dan Klasifikasi
Bubu gurita adalah alat tangkap yang khusus digunakan untuk menangkap gurita. Biasanya bubu gurita ini dibuat dari bahan bekas yang dapat dimanfaatkan kembali seperti ban bekas, memiliki bentuk menyerupai pot dan ditempatkan pada dasar perairan. Bubu gurita ini termasuk klasifikasi alat tangkap perangkap (Martasuganda S, 2003).


2. Konstruksi Alat Penangkapan Ikan
Konstruksi bubu gurita bermacam-macan, ada yang terbuat dari bahan kayu, cangkang, dan ban bekas. Alat tangkap dengan bahan ban bekas memiliki ukuran panjang 30-40 cm. Tali pelampung berdiameter 3 cm dan penutup bubu terbuat dari kayu dan pada bagian tengahnya diberi lubang sebagi jalan keluarnya air. Jarak pemasangan antar bubu biasanya antara 8-12 m (Martasuganda S, 2003).
Bubu gurita yang sederhana terbuat dari bilah-bilah papan digunakan oleh nelayan Kendari. Bentuknya berupa balok berukuran 45 x 35 x 20 cm. Pada bagian depan diberi pintu masuk berbentuk belah ketupat dengan lebar 20 cm dan tinggi 15 cm. Pada bagian belakang diberi lubang berdiameter 2 cm. Fungsi dari lubang tersebut adalah, sebagai jalan keluar air saat dilakukan pengangkatan bubu gurita tersebut. Sebagai pemberat digunakan batu pada bagian bawahnya (Idris, 1995). Gambar alat tangkap bisa dilihat pada lampiran.

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
Pengoperasian bubu gurita biasanya tidak mempergunakan kapal, namun nelayan mempergunakan perahu motor hanya untuk mengangkut bubu gurita pada daerah penangkapan dan mengambil hasil tangkapan saja (Martasuganda S, 2003).
3.2 Nelayan
Nelayan yang dibutuhkan untuk mengoperasikan bubu gurita 1-2 orang saja karena bubu gurita tidak membutuhkan perlakuan khusus, alat tangkap ini dijatuhkan kedalam dasar perairan laut lalu dibiarkan menetap hingga ada gurita yang terperangkap di alat tersebut.
3.3 Alat Bantu
Pengopersian bubu gurita ini menggunakan alat bantu garden. Garden berbahan bambu, kayu atau besi. Berfungsi sebagai alat bantu ketika bubu dioperasikan agar mulut bubu tetap terbuka.
3.4 Umpan
Umpan yang dipakai pada saat pengoperasian bubu gurita yaitu gurita betina, gurita betina diletakkan di dalam bubu tersebut dengan tujuan memikat perhatian gurita jantan sehingga gurita jantan tersebut masuk ke dalam bubu (Martasuganda S, 2003)

4. Metode Pengoperasian Alat
Metode pengoperasian bubu gurita prinsipnya sama dengan bubu lainnya, hanya saja bubu gurita tidak menggunakan umpan berupa ikan. Lama perendaman buu gurita tergantung nelayan yang mengoperasikan tapi umumnya antara 2-3 hari. Pemasangan dan pengangkatan dilakukan setiap hari di pagi hari.\ (Martasuganda S, 2003).
Pemasangan bubu di daerah penangkapan dipasang satu per satu dengan jarak antar bubu 6-10 m. Satu set bubu biasanya dipasang 20-30 buah bubu atau sesuai dengan kapasitas perahu pengangkut dan kemampuan nelayan dalam pengoperasian alat tangkap tersebut (Martasuganda S, 2003)
Parameter utama dari penangkapan dengan alat tangkap bubu gurita yaitu bukaan mulut bubu gurita tersebut pada saat pengoperasian.

5. Daerah Pengoperasian
Daerah penangkapan bubu gurita biasanya dioperasikan pada dasar perairan yang berpasir dan berlumpur atau keduanya, berarus kecil dengan kedalaman 5-40 m. Daerah yang sering menggunakan alat tangkap ini yaitu Kendari, Sumatra bagian selatan dan Jawa bagian utara dan selatan (Martasuganda S, 2003)

6. Hasil Tangkapan
Bubu gurita umumnya digunakan untuk menangkap gurita biasanya gurita dengan jenis Ocellated octopus : Octopus ocelatus, Octopus vulgaris, Octopus dofleinil. Namun dalam perkembangannya bubu gurita juga digunakan untuk menangkap keong (Vivipar javanica) dan menangkap lobster (Martasuganda S, 2003).

BUBU UDANG

BUBU UDANG

1.Definisi dan klasifikasi
Bubu udang merupakan alat tangkap berbentuk seperti pot bunga atau kerucut terpancung yang digunakan untuk menangkap udang. Bubu udang termasuk kedalam klasifikasi alat tangkap perangkap non ikan.

2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan
Konstruksi bubu udang terbuat dari kerangka besi masif dengan diameter 12 mm.
Bentuknya seperti kerucut terpancung. Tinggi kerangka 42 cm, diameter bagian atas 60 cm dan dasar 79 cm. Kerangka perangkap diselimuti oleh jaring multifilament polyethylene (PE) 400 D/9 dengan ukuran mata 2 cm. Gambar dapat dilihat pada lampiran.

3. Kelengkapan dalam unit penangkapan
3.1 Kapal
Pada saat mengoperasikan alat tangkap bubu udang perahu yang digunakan adalah perahu motor tempel.
3.2 Nelayan
Jumlah nelayan pada saat mengoperasikan alat tangkap bubu udang adalah sebanyak dua orang.
3.3 Umpan
Pada waktu bubu udang dioperasikan, jenis umpan yang digunakan terdiri atas daging ikan hiu, layur, dan campuran keduanya (Hestirianoto 1985).

4. Metode Pengoperasian
Bubu udang dioperasikan dengan cara teruntai atau terpisah. Pada setiap pengoperasian, jumlah perangkap yang dioperasikan sebanyak 9 buah. Setiap 3 perangkap dikelompokkan dalam satu rangkaian dan terhubung dengan tali utama (Hestirianoto 1985).

5. Daerah Pengoperasian
Bubu udang biasanya dioperasikan pada kedalaman 10-15 m. Bubu udang tersebar di perairan pantai Palabuhanratu (Hestirianoto 1985).

6. Hasil Tangkapan
Jenis hasil tangkapan bubu udang adalah lobster. Sedangkan hasil tangkapan sampingan yang berupa ikan, siput, rajungan dan klomang.

Bubu Paralon

1. Definisi dan Klasifikasi
Alat tangkap bubu paralon merupakan alat penangkapan ikan yang terbuat dari paralon, bersifat pasif, dan diletakkan pada dasar perairan. Alat tangkap ini dimasukkan dalan klasifikasi perangkap (Martasuganda, 2003).

2. Konstruksi Alat Penangkapan Ikan
Bahan untuk bubu paralon adalah paralon yang biasa dipakai untuk keperluan
saluran air yang berdiameter antara 10-15 cm, panjang antara 60-80 cm atau tergantung keinginan masing-masing yang akan mengoperasikannya, pintu masuk bisa terbuat dari plastik atau anyaman bambu sedangkan pengikat pintu masuk bisa dibuat dari ban dalam bekas dengan lebar 1-2 cm (Martasuganda 2003). Gambar alat tangkap dapat dilihat pada lampiran

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
Pengoperasian bubu paralon bisa dilakukan dengan tanpa perahu, dengan perahu tanpa motor atau dengan perahu motor tempel. Perahu atau kapal biasanya hanya digunakan untuk membawa alat ke fishing ground dan sebagai alat angkut hasil tangkapan (Sulaeman 2003).
3.2 Nelayan
Nelayan yang mengoperasikan bubu paralon adalah nelayan yang mengoperasikan bubu paralon ini sebagai pekerjaan utama atau nelayan yang mengoperasikan alat tangkap lain sebagai pekerjaan utama dan bubu paralon dijadikan sebagai alat alternatif sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan utamanya. Pengoperasian bubu paralon sendiri tidak memerlukanjumlah nelayan yang banyak cukup satu atau dua orang saja pada saat meletakkan alat ke daerah penangkapan (Martasuganda, 2003).
3.3 Alat bantu
Pengoperasian alat tangkap bubu paralon ini biasanya menggunakan alat bantu gardan yang terbuat dari kayu, bambu atau besi. (Subani dan barus, 1989). 3.4 3.4 Umpan
Pengoperasian alat tangkap bubu paralon ini menggunakan umpan, yang biasa dipakai adalah umpan hidup yaitu, irisan daging ikan atau ikan rucah tergantung hasil tangkap yang diinginkan. (Subani dan barus, 1989).

4. Metode Pengoperasian Alat
Pemasangan bubu diperairan, bisa dipasang satu demi satu kemudian diuntai atau dipasang dua atau tiga bubu dalam satu ikatan kemudian dipasang dengan cara diuntai dengan jarak satu dan lainnya antara 5-6 m. Metode pengoperasiannya adalah dengan cara memasang bubu di perairan yang diperkirakan banyak dihuni oleh jenis ikan yang akan dijadikan target tangkapan baik secara tunggalmaupun dipasang secara beruntai. Pemasangan bubu di perairan bisa dilakukan menjelang matahari terbenam dan diangkat keesokan harinya pada pagi hari. Jumlah bubu yang akan dipasang sebaiknya disesuaikan dengan besar kecilnya perahu dan kemampuan orang yang akan mengoperasikannya (Ayodyoa, 1981).

5. Daerah Pengoperasian alat
Daerah penangkapan adalah perairan pantai yang dasar perairannya berlumpur, berlumpur bercampur pasir atau perairan yang banyak dihuni oleh ikan yang akan dijadikan target tangkapan atau muara sungai atau di danau. Pengoperasian alat tangkap ini banyak ditemukan di daerah Sulawesi Selatan dan Laut Sumatra bagian selatan (Ayodyoa, 1981).

6. Hasil tangkapan
Pengoperasian alat tangkap bubu paralon ini biasanya ditujukan untuk menangkap jenis ikan lindung, belut laut, conger ell dan sejenisnya. Namun ada juga hasil sampingan dari penangkapan dengan menggunakan alat tangkap ini walaupun jarang sekali, hasil sampingannya yaitu berupa ikan-ikan kecil yang hidup pada dasar perairan (Subani dan barus, 1989).

Perangkap (Trap) BUBU LIPAT

1. Definisi dan klasifikasi
Bubu lipat merupakan alat tangkap yang bersifat pasif, dipasang menetap di tempat yang diperkirakan akan dilewati oleh rajungan. Supaya rajungan tersebut mau masuk maka di dalamnya diberi umpan yang diikat supaya tidak terbawa arus atau terjatuh dari bubu. Jenis penangkapan dengan menggunakan bubu lipat dapat dilakukan sebagai mata pencaharian sambilan atau sebagai mata pencaharian utama (Suseno, 2008). Bubu lipat termasuk dalam klasifikasi alat tangkap perangkap (DKP, 2008).

2. Konstruksi Alat Tangkap
Bubu dibuat dari kerangka besi (kawat seng) tahan karat, kerangka tersebut
ditutup / disulam dengan jaring PE, benang D6 disulam sehingga jarak antar jaring maupun dengan kerangka besi rapat dan kuat, mulut jaring bubu ada 2 terletak disisi kiri dan kanan. Bentuknya mengkerucut ke dalam dan berfungsi sebagai jalan masuk rajungan, kepiting totol ataupun kerang (keong) dan lobster. Rangka bubu dibuat tidak permanen dan dapat mudah untuk dibuka dan ditutup, sehingga memudahkan nelayan memasang umpan pada pengait umpan dan menebarnya ke laut yang merupakan alat tangkap yang ramah lingkungan (Suseno, 2008). Gambar bubu lipat bisa dilihat di lampiran.

3. Kelengkapan dalam unit penangkapan
3.1 Kapal
Pengoperasian bubu lipat biasanya tidak mempergunakan kapal, tetapi nelayan memasang bubu lipat dengan cara turun langsung ke perairan (Suseno, 2008).
3.2 Nelayan
Nelayan bubu lipat pada umumnya adalah orang-orang yang tinggal dekat dengan hutan bakau di mana mereka melakukan aktifitas di daratan sebagai petani, peternak atau sebagai buruh, sedangkan pengoperasian bubu lipatg hanya merupakan pekerjaan sambilan (Suseno, 2008).
3.4 Umpan
Umpan yang dipakai pada saat pegoperasian bubu lipat tidak menentu, biasanya memakai ikan apa saja yang tersedia saat bubu akan dioperasikan (Suseno, 2008).

4. Metode pengoperasian alat
Metode pengoperasian bubu lipat yaitu pengait pintu bubu dibuka, disana terdapat besi tempat umpan, pasang ikan (yang berbau menyengat) tusukkan pada besi umpan sebanyak 2 sampai 4 ikan dan pintu ditutup, selanjutnya masukkan bubu ke laut (Suseno, 2008).

5. Daerah pengoperasian bubu lipat
Daerah penangkapan yang umum dijadikan tempat untuk meletakan bubu lipat adalah di sekitar akar-akar pohon mangrove atau di tempat yang diperkirakan akan dilalui kepiting. Kedalaman perairan antara 40 - 50 cm pada waktu surut (Suseno, 2008).

6. Hasil tangkapan bubu lipat
Bubu lipat umumnya digunakan untuk menangkap rajungan, tapi dalam perkembangannya bubu lipat juga digunakan untuk menangkap keong (Vivipara javanica) dan menangkap lobster (Suseno, 2008).

Tegur

1. Definisi dan Klasifikasi
Tegur dikenal juga dengan nama perangkap setengah lingkaran (half cercling trap). Perangkap yang dalam pengoperasiannya diatur sehingga menyerupai bangunan yang berbentuk setengah lingkaran dengan daratan pantai yang mengandalkan pasang surut (Zuhelty 2008). Alat tangkap ini termasuk ke dalam klasifikasi alat tangkap pasang surut. (Subani Barus 1989)


2. Konstruksi Alat Penangkapan Ikan
Konstruksi dari alat ini sangat sederhana, komponennya hanya terdiri dari pancing dan tiang pancang yang terbuat dari kayu atau bambu (gambar dapt dilihat di lampiran). Alat tangkap tegur memiliki panjang ± 250 m, kedalaman 1 meter dengan ukuran mata jaring yang berdiameter 0,5 inchi (Hamzah 2002).

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
Dalam pengoprasian alat tangkap tegur tidak menggunakan perahu secara ektensif, karena tegur merupakan alat tangkap yang pasif berupa perangkap (Handriana 2007). Menurut kelompok kami perahu hanya digunakan sebagai pengangkut hasil tangkapan.
3.2 Nelayan
Jumlah nelayan yang mengoprasikan tegur sebanyak 2-3 orang. Dua orang nelayan bertugas memasang atau membentangkan tegur dan satu orang berada di tengah-tengah alat tangkap ini untuk melihat hasil tangkapan ketika proses penangkapan telah selesai (Handriana 2007).
3.3 Alat Bantu
Alat bantu yang digunakan dalam proses penangkapan adalah serok. Serok ini berfungsi untuk mengambil hasil tangkapan. (subani dan barus, 1989).
3.4. Umpan
Tegur tidak menggunakan umpan dalam pengoperasiannya.

4. Metode Pengoperasian Alat
Prinsip penangkapan ini ialah menghadang ikan atau biota laut yang pada waktu pasang mendekati pantai dan waktu pasang surut menjauhi pantai. Secara umum kegiatan penangkapan dengan menggunakan tegur adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui dan dapat memperkirakan adanya kawanan ikan pada fishing ground
b. Mengetahui keadaan atau daerah yang merupakan daerah pasang dan surut.
c. Pemasangan jaring delakukan demikian rupa sehingga membentuk setengah lingkaran dan letak ujung-ujung jaring seolah-olah akan menyatu (Handriana (2007))
Setelah ada ikan yang masuk, maka ikan diambil dengan menggunakan serok. Menurut subani dan barus (1989) Pengambilan hasil dilakukan pada waktu air surut dalam keadaan kering, setengah kering, atau mungkin di sana-sini masih tergenang air.

5. Daerah Pengoprasian
Daerah penangkapan ikan dengan menggunakan tegur adalah daerah pantai yang merupakan daerah pasang surut. Daerah yang menjadi tempat pengoperasian alat tangkap tegur mislanya di perairan Blanakan (Handriana 2007).

6. Hasil Tangkapan
Menurut Monintja dan martasuganda (1994) yang diacu dalam handriana (2007) Secara umum hasil tangkapan utama tegur adalah Hasil tangkapan yang dominan dari alat tangkap Tegur adalah ikan belanak (Mugil sp.), udang rebon (Mysis sp. ) dan ikan petek (Leiognathus sp. ).

Togo Concong Luar

1. Definisi dan Klasifikasi
Togo concong luar adalah perangkap pasang surut (filter net) yang terdiri dari penajur dan jaring berkantong yang berbentuk seperti dua huruf “V”, bersifat pasif sama seperti sici, bubu ambai, gombang, dan bubu apolo, dibuat secara semi permanen, permanen, dan secara temporer dengan dipasang atau ditanan di dasar laut (Subani dan barus, 1989).


2. Konstruksi Alat Penangkapan Ikan
Togo concong luar terbuat dari bambu atau besi yang dipergunakan sebagai penajur, sedangkan untuk bagian kantong digunakan jaring yang terbuat dari bahan polyamide. Adapun alat ini terbagi menjadi dua bagian utama yaitu, penajur dan jaring berkantong sebanyak 2 buah. Penajur merupakan tiang-tiang penghadang yang terbuat dari bambu atau besi yang disusun sedemikian rupa hingga membentuk barisan yang rapat berbentuk 2 huruf "V" yang saling berlawanan dan muaranya adalah jaring berkantong. Sedangkan untuk jaring sendiri terbagi menjadi beberapa bagian seperti tali ris atas dan tali ris bawah serta kantong yang terbentuk di belakang jaring dengan cara mengikat bagian ujung jaring, dan untuk mempermudah pengangkatan digunakan semacam ring di bagian ujung tali ris. (Ayodyoa, 1981). Gambar alat tangkap ada pada lampiran.

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
Alat tangkap togo concong luar dalam pengoperasiannya tidak menggunakan kapal dan perahu karena alat ini bersifat pasif dan menetap di suatu dasar perairan. Perahu pada alat ini tidak digunakan sebagai penarik melainkan sebagai alat transportasi bagi nelayan untuk mengambil hasil tangkapan . (Ayodyoa, 1981).
3.2 Nelayan
Pengoperasian alat tangkap togo concong luar ini paling sedikit membutuhkan 2 - 3 orang nelayan. Pembagian tugas nelayan yaitu satu orang sebagai pengoperasi alat pada saat mengangkat hasil tangkapan dan satu orang mengendalikan perahu pada saat pengangkutan hasil tangkapan. Tugas nelayan disini tidak terlalu sulit karena nelayan hanya menunggu ikan masuk ke alat lalu setelah ikan terkumpul nelayan mengankat dan memindahkan hasil tangkapan ke perahu untuk di angkut ke darat (Subani dan barus, 1989).
3.3 Alat bantu
Pengoperasian alat tangkap togo concong luar tidak menggunakan alat bantu karena kami tidak menemukan sumber yang menyatakan hal tersebut.
3.4 Umpan
Pengoperasian alat tangkap togo concong luar tidak menggunakan umpan karena alat tangkap ini sangat bergantung pada pasang surutnya air laut dan ruaya ikan. Ikan yang tertangkap pada alat ini umumnya karena terperangkap.

4. Metode Pengoperasian Alat
Pengoperasian alat tangkap togo concong luar ini tidak memerlukan perlakuan khusus karena pengoperasiannya sangat sederhana. Tahap-tahap yang harus dilakukan diantaranya adalah pemasangan alat pada daerah fishing ground yang telah ditentukan. Kemudian pengoperasian alat dengan cara membiarkan alat berada di dasar perairan pasang. Lalu setelah air surut dan ikan terkumpul dilakukan proses hauling atau penarikan jaring untuk mengangkat dan memindahkan hasil tangkapan ke perahu.
Metode penangkapan alat ini menggunakan prinsip penangkapan yang menghadang ikan atau biota laut lainnya yaitu pada waktu pasang mendekat pantai dan waktu surut menjauhi pantai. Pengambilan hasil dilakukan pada waktu air surut dalam keadaan kering, setengah kering atau mungkin masih tergenang air. Parameter utama dari alat tangkap togo concong luar ini adalah bukaan mulut jaring berkantung dan luas mulut penajur yang dipasang.

5. Daerah Pengoperasian Alat
Pengoperasian alat tangkap togo concong luar ini sangat bergantung sekali pada arus pasang surut air laut yang perbedaan pasang dan surut dengan tinggi (4 - 6 m). Karena membutuhkan arus pasang surut maka togo concong luar dioperasikan pada perairan dangkal sekitar pantai. Topografi dasar perairan yang digunakan umumnya terdiri atas lumpur atau pasir sehingga memberi kemudahan dalam penanaman tiang-tiang pancang. Alat tangkap togo concong luar sendiri umumnya sering digunakan oleh nelayan-nelayan Sumatra bagian timur yang memiliki topografi alam yang cocok dengan alat tangkap ini (Subani dan barus, 1989).

6. Hasil Tangkapan
Alat tangkap togo concong luar ini menggantungkan hasil tangkapan kepada arus pasang surut, Sehingga hasilnya cukup banyak. Hasil tangkapan utama dari alat ini adalah ikan-ikan yang berada pada daerah sekitar pantai, seperti belanak (Mugil sp.), bulu ayam (Engraulis spp), udang kembung (Panaeus sp.). Dan juga ikan-ikan yang beruaya secara horizontal seperti ikan-ikan pelagis yaitu kembung (Rastraliger sp.), tongkol (Auxis sp.), dan lain-lain (Subani dan barus, 1989).

TOGO GANDA


1. Definisi dan Klasifikasi Togo Ganda
Togo ganda adalah jenis perangkap yang bahan utamanya adalah webbing (sintetis maupun alami) yang dioperasikan di lapisan dasar maupun permukaan yang terdiri dari dua togo menghadang ke satu arah yang sama dan satu rumah pelataran (Supardi 2007).


2. Konstruksi Alat Penangkapan Ikan
Togo mempunyai bentuk yang terdiri dari sayap, dan kantong. Dua buah sayap (kiri dan kanan) yang di ikatkan pada bambu yang ditancapkan, sehingga merupakan bangunan yang berbentuk siku zig zag untuk setiap sudutnya dipasang jaring togo.
Jaring berbentuk kerucut dengan bukaan mulut jaring yang lebar. Togo memiliki ukuran mata jaring cukup besar, tetapi pada umumnya ukuran mata jaring tidak ditentukan secara khusus karena hasil tangkapan tidak menentu (Supardi 2007).

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
Alat tangkap togo ganda tidak menggunakan kapal dalam pengoperasian.
3.2 Nelayan
Alat tangkap togo ganda bersifat pasif sehingga tidak membutuhkan banyak nelayan saat pengoperasian. Nelayan biasa bekerja pada saat ada ikan yang masuk dalam jaring dan biasanya hanya terdiri dari 2-3 orang (Subani dan Barus 1989).
3.3 Alat Bantu
Alat tangkap togo ganda tidak menggunakan alat bantu dalam pengoperasian.
3.4 Umpan
Alat tangkap togo ganda tidak menggunakan umpan dalam pengoperasian.

4. Metode Pengoperasian Alat
Metode penangkapan alat tangkap togo ganda menggunakan perinsip penangkapan yang menghadang ikan atau biota laut lainnya yaitu pada waktu pasang mendekat dan waktu surut menjahui pantai. Pengambilan hasil tangkapan dilakukan pada waktu air surut dalam keadaan kering, setengah kering dan terkadang masih dalam keadaan togo tergenang air (Supardi 2007).

5. Daerah Pengoperasian
Togo ganda biasa dioperasikan disekitar pantai yang dangkal dengan dasar perairan berpasir dan berlumpur untuk menancapkan bambu (Supardi 2007).

6. Hasil Tangkapan
Udang Barong, Udang Penaid, Biang-biang (Setipinna sp.), Bulu Ayam (Engraulis sp.), Bawal Putih (Pampus argentus) (Subani dan Barus 1989).

Perangkap Pasang Surut TADAH

1. Definisi dan Klasifikasi
Tadah adalah salah satu jenis alat perangkap pasang surut yang banyak dioperasikan di Indonesia, tadah memiliki jaring perangkap ( filter net ) yang bentuknya menyerupai ambai jermal. Bedanya dengan ambai jermal ialah bahwa tadah tidak dilengkapi dengan tiang-tiang pancang yang berfungsi sebagai sayap atau kakinya (Subani dan Barus 1989).


2. Konstruksi Alat Penangkapan Ikan
Konstruksi alat penghadang ini jika dilihat dari atas berbentuk setengah lingkaran dengan jarring berupa “ sikar” dan bagian belakangnya berbentuk kantong panjang. Ukuran jarring badan kurang lebih 25 m dan kantong 5 m pada ujung kantong diberi tali untuk membuka menutup kantong pada waktu operasi penangkapan. Jarring tersebut dipasang didalam jajaran patok – patok ( tiang pancang ) yang berbentuk v, ini adalah sesuai dengan bentuk jarring itu sendiri. Disamping itu masih ada 3 buah patok utama yang dipasang di ujung depan ( kiri-kanan-tengah) yang berfungsi sebagai tempat mengikat jarring pada waktu penangkapan melalui gelang-gelang yang terdapat pada bagian ujung depan jaring.

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
Tidak menggunakan kapal pada pengoperasiannya.
3.2 Nelayan
Jumlah nelayan dalam pengoperasian tadah kurang lebih 5 – 7 orang.
3.3 Alat bantu
Alat bantu yang digunakan adalah serok dan jaring.
3.4 Umpan
alat tangkap tadah tidak menggunakan umpan dalam pengoperasian

4. Metode Pengoperasian Alat
Tadah merupakan alat penangkapan ikan yang dioperasikan secara pasif. Parameter dalam pengoperasian tadah adalah menghadang ikan. Pengoperasiannya meliputi pemasangan jaring pada tiang penancap. Setelah jaring di pasang pada tiang penancap, kemudian jaring dan tiang penancapnya dilingkarkan setengah lingkaran di perairan. Penancapan tiang- tiang pancang pada setiap sisi ditancapkan kedalam dasar perairan agar tadah menjadi kokoh. Setelah penancapan tiang selesai, nelayan tinggal menunggu ikan-ikan yang masuk dalam daerah pasang surut. Pengambilan ikan dilakukan pada saat air surut.

5. Daerah Pengoperasian
Daerah pengoperasian tadah adalah di sekitar perairan pantai, tepatnya di tepi pantai. Distribusi alat terutama di muara-muara sungai khususnya delta Cimanuk (Supardi 2007).

6. Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan tadah yaitu udang berbagai ukuran dan ikan pantai yang terbawa arus pasang surut ( tidak movement ) pada musim penghujan ( januari – maret ). Sebesar 90 % hasil tangkapan biasanya udang.

Bagan Rakit (Raft Lift Nets)

1. Definisi dan Klasifikasi
Bagan rakit (raft lift nets) adalah alat penangkap ikan yang dioperasikan dapat berpindah-pindah di tempat yang diperkirakan banyak ikan berkumpul. Pengoprasiannya dengan cara diturunkan ke kolam perairan dan diangkat setelah banyak. Bagan rakit diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring angkat (lift nets) (Subani dan Barus 1989).


2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan
Konstruksi bagan rakit biasanya terbuat dari bambu. Masing-masing rakit dibuat dari 32 batang bambu yang dirangkai menjadi empat lapis tersusun dari atas ke bawah, sehingga tiap-tiap lapis terdiri dari delapan bambu. Bambu untuk rakit biasanya berdiameter 10-12 cm dan panjang 8 m. Pada tiap rakit dipasang lima buah tiang bambu keatas, tingginya 2 m berderet dari muka ke belakang. Kedua baris tiang ini saling dihubungkan dengan bambu yang panjangnya 8 m sehingga di atas rakit ini terbentuklah sebuah pelataran (Dulgofar 1988).
Bagan rakit ini untuk menjaga keseimbangan serta memperkokoh kedua buah rakit ini,maka disisi kiri dan kanan rakit dihubungkan dengan dua buah bambu yang berukuran agak besar atau dapat dilakukan dengan merangkapkan bambu yang menghubungkan kedua rakit tersebut (Dulgofar et al. 1988).
Komponen alat tangkap ikan bagan rakit terdiri dari jaring bagan dan rumah bagan (anjang-anjang). Pada bagan terdapat alat penggulung atau roller yang berfungsi untuk menurunkan atau mengangkat jaring (Subani dan Barus 1989). Ukuran untuk alat tangkap bagan rakit beragam mulai dari panjang = 13 m; lebar = 2,5 m; tinggi = 1,2 m hingga panjang = 29 m; lebar = 29 m; tinggi = 17 m. Menurut kelompok kami, parameter utama dari bagan rakit adalah ukuran mata jaring.

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
Bagan rakit menggunakan rakit yang terbuat dari bambu yang ditempatkan pada kanan dan kiri bagian bawah rumah bagan sebagai alat apung sekaligus landasan rumah bagan (Subani dan Barus 1989).
3.2 Nelayan
Nelayan yang mengoperasikan bagan rakit berjumlah 4-6 orang karena adanya spesifikasi kerja, ada yang memindahkan bagan rakit, menggulung dan ada yang bertugas melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan.
3.2 Alat Bantu
Alat bantu yang biasanya digunakan adalah berupa sumber cahaya biasa berupa lampu atau petromak. Karena adanya cahaya dapat menarik perhatian ikan agar berkupul di bawah cahaya lampu. Kemudian dilakukan penangkapan dengan jaring yang telah tersedia (Subani dan Barus 1989).

4. Metode Pengoperasian Alat
Menurut Iskandar (2001), tahapan-tahapan metode pengoperasian bagan rakit adalah sebagai berikut:
Persiapan Persiapan yang harus didahulukan adalah bahan kebutuhan pokok untuk makan seperti minyak goring, besar dll. Setelah tiba di lokasi fishing ground dan menjelang malam, maka lampu dinyalakan dan jaring biasanya tidak langsung diturunkan hingga tiba saatnya ikan terlihat berkumpul terlebih dahulu di lokasi bagan atau ingin masuk ke dalam area cahaya lampu. Selanjutnya menyetting, setelah menunggu beberapa jam dan ikan mulai terlihat berkumpul di lokasi penangkapan, maka jaring diturunkan ke perairan. Jaring biasanya diturunkan secara perlahan-lahan dengan memutar roller. Penurunan jaring beserta tali penggantung dilakukan hingga jaring mencapai kedalaman yang diinginkan.
Perendaman jaring (soaking), selama jarring sudah di turunkan, para nelayan mengawasi pergerakan ikan yang mendekap di bagan. Pengangkatan jaring (lifting), lifting dilakukan setelah kawanan ikan terlihat berkumpul di lokasi penangkapan. Kegiatan lifting ini diawali dengan pemadaman lampu secara bertahap. Hal ini dimaksudkan agar ikan tidak terkejut dan tetap terkosentrasi pada bagian perahu di sekitar lampu yang masih menyala. Ketika ikan sudah berkumpul di tengah-tengah jaring, jaring tersebut mulai ditarik ke permukaan hingga akhirnya ikan akan tertangkap oleh jaring. Selanjutnya Brailing, setelah bingkai jaring naik ke atas permukaan air, maka tali penggantung pada ujung dan bagian tengah rangka dilepas dan dibawa ke satu sisi kapal, tali kemudian dilewatkan pada bagian bawah kapal beserta jaringnya. Tali pemberat ditarik ke atas agar mempermudah penarikan jaring dan lampu dihidupkan lagi. Jaring kemudian ditarik sedikit demi sedikit dari salah satu sisi kapal ke atas kapal. Hasil tangkapan yang telah terkumpul diangkat ke atas dek kapal dengan menggunakan serok (Subani 1972). Dan yang terkhir penyotiran ikan.

5. Daerah Pengoperasian
Pada umumnya daerah pengoperasian alat tangkap bagan rakit adalah perairan yang subur, perairan yang tenang, tidak banyak adanya gelombang besar, angin kencang maupun arus yang kuat. Umumnya terdapat di perairan teluk (Subani 1970).

6. Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan bagan rakit umumnya adalah ikan pelagis kecil seperti stembang (Clupea sp), teri (Stolephorus sp), japuh (Dussumiera sp), selar (Charanx sp), pepetek (Leiognathus sp), kerot-kerot (Therapon sp), cumi-cumi (Loligo sp), sotong (Sepia sp), layur (Trichiurus sp) dan kembung (Rastrelliger sp) (Subani 1972).

Jaring Bandrong


1. Definisi dan Klasifikasi
Jaring bandrong adalah jaring yang berbentuk empat persegi panjang atau bujur sangkar. Jaring bandrong mempunyai dua ujung sisi. Sisi ujung yang satu diikat pada tiang pancang yang ditancapkan ditanah, sementara ujung yang lain dipasang tali untuk proses pengangkatan jaring. Berdasarkan cara pengoperasiannya, jaring bandrong diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring angkat (lift nets) (Subani dan Barus 1989).


2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan
Jaring bandrong terdiri dari dua bagian, yaitu jaring dan bangunan. Jaring bandrong berbentuk trapesium dan cekung. Bahan jaring terbuat dari polyethylene dengan diameter 0,5-2 mm. Ukuran mata jaring bandrong antara 10-12 cm. Untuk menambah kecepatan tenggelamnya jaring, di bagian tengah jaring utama diikatkan pemberat. Bahan pemberat terbuat dari timah atau batu sungai.
Jaring bandrong terbuat dari benang katun, jaring bandrong berbentuk bujur sangkar, umumnya berukuran 18 x 18 m. Waktu pengoperasian, jaring bandrong dilengkapi tali untuk pengangkatan jaring (Subani dan Barus 1989). Menurut kelompok kami, parameter utama pada jaring bandrong adalah ukuran mata jarring.

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1. Kapal
Alat tangkap jaring bandrong tidak menggunakan kapal dalam pengoperasian. Hal ini karena jaring bandrong dioperasikan secara menetap
3.2 Nelayan
Banyaknya nelayan yang dibutuhkan untuk mengoperasikan jaring bandrong adalah sekitar 2-3 orang nelayan. Nelayan bertugas memasang dan melepaskan jaring serta mengambil hasil tangkapan.
3.3 Alat Bantu
Jaring bandrong menggunakan alat bantu tali dalam pengoperasian.

4. Metode Pengoperasian Alat
Jaring bandrong dioperasikan secara menetap disuatu perairan pantai. Ikan yang dikumpulkan diatas jaring diangkat dibagian sisinya dan sisi yang satunya diikatkan di bambu yang tertancap ditanah (Ayodya 1975).

5. Daerah Pengoperasian
Daerah pengoperasian jaring bandrong adalah di perairan pantai dengan gelombang laut kecil. Selain diperairan pantai jaring bandrong juga dioperasikan diperairan terumbu karang, di muara-muara sungai dan di sepanjang aliran sungai. Distribusi jaring bandrong banyak dioperasikan di Sulawesi Selatan (Kabupaten Barru, Pare-pare, Mandar, Jeneponto dan daerah lain di sekitar Makassar) (Subani dan Barus 1989).

6. Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan jaring bandrong adalah ikan Tembang (Clupea sp), Teri (Stolephorus sp), Manyung (Tachysurus spp), Pepetek (Leiognathus sp), Belanak (Mugil spp), terkadang ikan Tongkol (Auxis rochei) (Subani dan Barus 1989).

Anco Tetap


1. Definisi dan Klasifikasi
Menurut kelompok kami anco tetap merupakan alat penangkapan ikan yang terbuat dari jaring berbentuk persegi empat, yang setiap ujung-ujungnya dihubungkan oleh dua bambu dan dioperasikan secara menetap. Anco tetap termasuk kedalam klasifikasi jaring angkat.


2. Konstruksi Alat Tangkap
Menurut kelompok kami, bahan utama pembentuk anco tetap adalah polypraophilene dan bambu. Bagian yang terbentuk dari polyprophilene adalah jaring. Sedangkan yang terbuat dari bambu adalah pembuka jaring dan pengungkit. Jaring anco tetap umumnya berukuran 3x3 meter, namun ukurannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Besarnya mata Jaring umumnya 1 cm untuk bagian tengah dan 1,5 cm untuk bagian pinggir ( subani Barus 1989)

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
Dalam pengoperasian anco tidak menggunakan perahu, karena anco tetap dioperasikan secara menetap dan daerah pengoperaiannya dangkal.
3.2 Nelayan
Nelayan anco tetap berjumlah satu orang. Nelayan ini bertugas mengangkat dan menurunkan anco tetap.
3.3 Alat Bantu
Pengoperasian alat tangkap anco tetap menggunakan alat bantu serok yang berfungsi untuk mengambil hasil tangkapan.
3.4 Umpan
Pengoperasian alat tangkap anco tetap menggunakan umpan seperti bubbuk yang berfungsi untuk memikat target tangkapan.

4. Metode Pengoperasian Alat
Menurut kelompok kami, alat ini dioperasikan dengan cara menurunkan bagian jaring. Bagian jaring tersebut diturunkan dengan cara mengulur tali yang terikat pada persilangan pembuka jaring. Setelah banyak ikan yang masuk ke dalam jaring, jaring tersebut diangkat dengan menarik tali tersebut.

5. Daerah Pengoperasian
Menurut Subani dan Barus (1989) anco tetap biasanya dioperasikan di perairan dangkal. Perairan dangkal tersebut seperti tepi pantai dan muara-muara sungai. Alat ini terdistribusi hampir di seluruh wilayah perikanan.

6. Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan utama dari anco tetap adalahjenis-jenis ikan pantai seperti ikan teri dan udang rebon ( Subani Barus 1989).

BAGAN PERAHU

1. Definisi dan Klasifikasi
Bagan perahu (Boat Lift Nets) adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan yang termasuk dalam klasifikasi jaring angkat ( Lift net ) dari jenis bagan yang digunakan nelayan untuk menangkap ikan pelagis kecil (Subani dan barus 1989). Alat tangkap ini pertama kali diperkenalkan olah nelayan Bugis Makasar pada tahun 1950an. Bagan perahu mempunyai bentuk lebih ringan dan sederhana, dapat menggunakan satu atau dua perahu. Bagan perahu hanyut menggunakan satu perahu saja.


2. Konstruksi Alat Penangkapan Ikan
Konstruksi bagan perahu hanyut di bentuk dari bambu, waring/ jaring bagan serta perahu bermotor yang sekaligus sebagai alat transportasi di laut. Bagan perahu hanyut memiliki beberapa bagian diantaranya bagan yang tebuat dari bambu berbentuk empat persegi panjang yang menyatu dengan perahu di tempatkan diatas secara melintang, Perahu sebagai bagian utama dalam meletakkan bagan, jaring bagan yang terletak dibawah perahu berukuran persegi sama sisi. Ukuran alat tangkap bagan beragam mulai dari 13 x 2,5 x 1,2 m hingga 29 x 29 x 17 m (Subani dan barus 1989).
Ukuran mata jaring pada jaring bagan umumya memiliki diameter sekitar 0,5 cm ukuran mata jaring ini berkaitan erat dengan sasaran utama ikan yang akan tertangkap. Parameter utama alat tangkap ini adalah proporsional konstruksi alat tangkap (Sudirman, 2003) diacu dalam Takril 2005). ( Gambar terlampir)

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
Perahu yang digunakan adalah perahu bermotor yang berfungsi untuk menopang bagan dan rumah bagan sekaligus berfungsi sebagai alat transportasi nelayan dalam mengoprasikan bagan perahu. Perahu yang digunakan terbuat dari kayu yang mempunyai ukuran beragam tergantung dari ukuran bagan. Bagan perahu ada yang menggunakan satu perahu atau dua perahu.
3.2 Nelayan
Jumlah nelayan yang mengoperasikan bagan perahu hanyut sekitar 4 – 6 orag yang mempunyai tugas berbeda. Ada yang bertugas sebagai pengangkat jaring, nahkoda dan teknisi ( Takril, 2005).
3.3 Alat Bantu
Alat bantu yang sering digunakan dalam pengoprasian bagan perahu adalah atraktor cahaya (ligh fishing), berfungsi untuk merangsang atau menarik perhatian ikan untuk berkumpul dibawah cahaya lampu. Roller yang berfungsi untuk pengangkatan jaring bagan (Ayodyoa 1981). Selain itu alat bantu lain yang digunakan adalah serok, basket, lampu, dan lain-lain. Serok digunakan untuk mengambil ihasil tangkapan, basket digunakan untuk mengangkut atau memasukkan ikan kedalam palkah (Takril 2005).
3.4. Umpan
Pengoperasian bagan perahu hanyut tidak menggunakan umpan. Karena pemikat ikan utama pada alat tangkap ini adalah cahaya (Ayodyoa 1981).

4. Metode Pengoperasian Alat
Pengoperasian bagan perahu hanyut pada umumnya di operasikan pada waktu petang ketika matahari tenggelam. Secara garis besar Langkah-langkah dalam pengoperasian bagan perahu hanyut adalah penurunan jaring bagan kedalam perairan, Pemasangan lampu, dan penarikan jaring bagan keatas kapal. Hasil tangkapan di angkat dengan bantuan serok (Subani dan barus 1989). Pengoperasian tersebut menggunakan atraktor cahaya sehingga alat ini tidaklah efisien apabila digunakan pada saat bulan purnama. Adapun tahapan-tahapan metode pengoprasian bagan perahu adalah sebagai berikut :
a. Persiapan menuju fishing ground
Persiapan menuju fishing ground biasanya terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan persiapan terhadap segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pengoprasian bagan. Pemeriksaan dan perbaikan terutama dilakukan terhadap lampu dan mesin kapal. Persiapan lain yang dianggap penting adalah kebutuhan perbekalan oprasi penangkapan seperti air tawar, solar, minyak tanah, garam, dan bahan makanan (Takril 2005).
b. Pengumpulan ikan
Ketika tiba dilokasi fishing ground dan hari menjelang malam, maka lampu tersebut dinyalakan dan jaring biasanya diturunkan, hingga tiba saatnya ikan tersebut terlihat berkumpul dilokasi bagan (Takril 2005)
c. Setting
Setelah menunggu beberapa jam dan ikan mulai terlihat berkumpul dilokasi penangkapan, maka jaring tersebut diturunkan ke perairan. Jaring biasanya diturunkan secara perlahan-lahan dengan memutar roller. Penurunan jaring beserta tali penggantung dilakukan hingga jaring mencapai kedalaman yang didinginakan proses Setting tidak membutuhkan waktu begitu lama (Takril 2005).
d. Perendaman jaring
Selama air berada dalam air, nelayan melakukan pengamatan terhadap keberadaan ikan di sekitar kapal untuk memperkirakan jaring akan diangkat (Takril 2005).
e. Pengangkatan jaring
Pengangkatan jaring dilakukan setelah kawanan ikan terlihat berkumpul dilokasi penangkapan. Kegiatan ini diawali dengan pemadaman lampu secara bertahap, hal ini dimaksudkan agar ikan tersebut tidak terkejut dan tetap terkonsentrasi pada bagian perahu di sekitar lampu yang masig menyala. Ketika ikan sudah terkumpul di tengah-tengah jaring, jaring tersebut mulai ditarik ke permukaan. Hingga akhirnya ikan tersebut akan tertangkap oleh jaring (Takril 2005).
f. Brailing
Setelah bingkal jaring naik ke atas permukaan air, maka tali penggantung pada ujung dan bagian tengah rangka dilepas dan dibawa ke satu sisi kepal tali kemudian dilewatkan pada bagian bawah beserta jaringanya. Tali pemberat ditarik ke atas agar mempermudah penarikan jaring dan lampu dihidupkan lagi. Jaring kemudian ditarik sedikit demi sedikti dari salah satu sisi kapal ke atas kapal hasil tangkaan yang telah terkumpul diangkat ke atas dek kapal dengan menggunakan serok (Takril 2005).
f. Penyortiran ikan
Setelah ikan diangkat di atas dek kapal, dilakukan penyortiran ikan. Penyortiran ini biasanya dilakuakan berdasarkan jenis ikan tangkapan, berdasarkan ukuran, dan lain-lain. Ikan yang telah disortir, langsung dimasukkan ke dalam wadah atau peti, untuk memudahkan pengangkutan (Takril 2005).

5. Daerah Pengoprasian
Bagan perahu hanyut dioperasikan di daerah perairan dalam, dioprasikan di daerah pelagis (dasar perairan). Alat tangkap ini dioprasikan sampai kedalaman dasar . Bagan perahu sudah tidak asing lagi di tempat-tempat penangkapan ikan seperti di Polewali, Teluk Semaka Kotaagung Lampung, Teluk Lampasing Lampung, Karawang, Banten dan lain-lian (Takril 2005).

6. Hasil Tangkapan
Jenis-jenis hasil tangkapan bagan perahu hanyut adalah ikan-ikan jenis predator seperti layur (Trichulus savala), tenggiri (Scomberomerus commersoni). Jenis ikan yang dominan tertangkap oleh bagan perahu adalah ikan teri (Stolephorus spp), tambang (Sardinella fimriata), pepetek (Leiognathus sp), selar (Selaroides sp), kembung (Rastrelliger spp), cumi-cumi (Loligo spp), layang (Decapterus spp), balida (Notopterus spp), Cakalang (Katsuonus pelamis) dan lain-lain (Takril 2005).